Langsung ke konten utama

Menit 24

Agustus tanggal ke 19,

hari ini cuacanya cerah, lebih cerah dari hari sebelumnya. Di tengah hiruk pikuknya duniawi, aku sama seperti sebelumnya. Tidak nampak di mata orang, eksistensi diriku pun hanya dianggap angin oleh mereka.

Nyatanya, aku memang tidak dianggap.

Aku terlahir untuk sendiri.

Lantas untuk apa aku di sini? Tidak ada gunanya sama sekali. Bukankah akan lebih baik jika aku tiada? Lagipula tidak ada yang membutuhkanku di sini.

Pertanyaan yang selalu bergelut dalam pikiranku, mengapa aku ada di sini? Mengapa aku harus dilahirkan? Dan mengapa aku harus ditinggal?

Separuh bulan lebih pada tahun 2022 aku hidup dalam gamang. Ramainya dunia tidak membuatku ikut merasakannya.

Amat kali aku bertanya ... bahagia itu seperti apa?

Detik demi detik berlalu bahkan hingga berganti hari, bulan, dan tahun. Semuanya tetap sama, aku selalu merasa sendiri. Atau mungkin aku memang hidup untuk sendiri?

Aku ingin bahagia, tapi ... kenapa sesusah itu ...?

Aku tidak ingin apa-apa serius, aku tidak ingin emas atau bahkan berlian sekalipun. Yang aku ingin hanya hidup dengan bahagia. Dengan utuhnya keluarga. Tanpa salah satu dari anggotanya menghilang. Nyatanya perpisahan akan selalu ada. Entah itu kematian atau hal lainnya.

Lagipula siapa yang ingin ditinggal mati?
Tidak ada, tidak ada yang ingin kehilangan.

Mama bilang, "Hidup Kak. Walaupun dunia gak berpihak sama kita. Tetap hidup. Berjuang terus."

Hidup ... hidup ... hidup.

Namun sisi lain dari diriku justru berkata sebaliknya. Berat memang, tapi aku harus berbangga diri. Detik ini, aku masih diberi napas. Kakiku masih berpijak, dan aku masih bisa menulis di laman blog ini.

ditulis pertanggal 19 Agustus dan 10 September.