Brukkk ...! Setumpuk buku paket Sejarah baru saja jatuh tepat di pangkuanku, sekurang-kurangnya mungkin berjumlah delapan. Aku tidak tahu siapa gerangan yang menabrakku hingga membuatku jatuh meluruh di lantai koridor kelas. Tepatnya koridor penghubung antar jurusan IPS dan IPA. Orang itu— yang tidak lain dan tidak bukan si penabrak berulang kali mengatakan kata maaf padaku. Kedua tangannya dengan cekatan mengambil buku paket Sejarah yang berserakan di lantai. Saat aku hendak membatunya ia mengatakan, "Gak usah, saya yang salah." Aku ingin marah. Tapi ya aku tahu ini tidak sengaja. Lagipula mana bisa aku marah dengan Naresh Aditama. Dari dua populasi manusia di sekolah ini yang kutemui pagi ini, kenapa Naresh salah satunya? "Gak ada yang kegores kan?" tanyanya dengan suara datar, tanpa intonasi. Namun, anehnya aku justru ingin mendengar suaranya lagi. Lebih lama. Dengan anggukan sekaku robot, aku mengatakan tidak ada goresan sama sekali. Memang, tidak ada. Tapi...