Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Juli, 2022

BAB 5

Brukkk ...! Setumpuk buku paket Sejarah baru saja jatuh tepat di pangkuanku, sekurang-kurangnya mungkin berjumlah delapan. Aku tidak tahu siapa gerangan yang menabrakku hingga membuatku jatuh meluruh di lantai koridor kelas. Tepatnya koridor penghubung antar jurusan IPS dan IPA. Orang itu— yang tidak lain dan tidak bukan si penabrak berulang kali mengatakan kata maaf padaku. Kedua tangannya dengan cekatan mengambil buku paket Sejarah yang berserakan di lantai. Saat aku hendak membatunya ia mengatakan, "Gak usah, saya yang salah." Aku ingin marah. Tapi ya aku tahu ini tidak sengaja. Lagipula mana bisa aku marah dengan Naresh Aditama. Dari dua populasi manusia di sekolah ini yang kutemui pagi ini, kenapa Naresh salah satunya? "Gak ada yang kegores kan?" tanyanya dengan suara datar, tanpa intonasi. Namun, anehnya aku justru ingin mendengar suaranya lagi. Lebih lama. Dengan anggukan sekaku robot, aku mengatakan tidak ada goresan sama sekali. Memang, tidak ada. Tapi...

BAB 4

Aku tidak menyukai Naresh Aditama, serius! Namun entah kenapa nama taruna itu selalu saja mengusik pikiranku. Seberapa kuat aku mencoba untuk mengusirnya, tetap saja aku kalah. Otakku tidak seirama dengan hatiku. Aku kadang bingung dengan jalan pikiranku sendiri. Kenapa harus Naresh yang bahkan ia saja tidak mengenalku? Kenapa harus taruna itu? Ternyata memikirkan Naresh itu membuatku pusing. Harusnya aku tidak perlu lelah-lelah memikirkan seseorang yang tidak mengenalku. Namun, hari ini berbeda. Kejadian beberapa jam silang, tanpa hentinya berputar terus dimemori otakku. Aku tidak munafik, aku menikmati perlakuan yang Naresh berikan. Taruna itu menolongku. “Pakai,” ujarnya singkat sembari mengulurkan sebuah plester bergambar ikan. Aku jadi teringat saat aku terluka karena terjatuh dari sepeda waktu umur tujuh tahun, Kalil datang kepadaku dengan raut wajah panik sembari membawa plester bergambar ikan. Lucu sekali kalau mengingat wajah paniknya dulu. “Terima kasih, dan maaf—” “Ken...

BAB 3

Hari minggu pagi kugunakan untuk jogging , entah dorongan darimana niat itu. Sebenarnya Kalil yang mengajakku, karena ia memang sedang mendekati Rossie yang tidak pernah absen untuk jogging setiap minggu. Katanya, ia malu kalau sendiri, itulah mengapa hari ini ia mengajakku. Di alun-alun kota hingga taman mini yang berada di tengah-tengah kota. Mata laki-laki bertumbuh bongsor itu sama sekali tidak berhenti melirik sana-sini guna mencari pujaan hatinya itu. Aku yang malasnya setengah mati, ogah-ogahan untuk berlari. Kalil menggerutu sejak tadi karena aku selalu ketinggalan jauh di belakangnya. Salah sendiri ia mengajakku, tahu sendiri aku ini orangnya pemalas minta ampun. Pernah kukatakan sebelumnya kan, kalau aku dan Kalil tidak begitu dekat sebagai saudara sepupu. Bahkan kami hanya berbicara seadanya saja. Aku yang tidak suka basa-basi, sedangkan Kalil termasuk orang yang hiperaktif. Kami sangat bertolak belakang. Mungkin alasan itu yang membuat kami tidak begitu dekat. Namun kali,...